Langsung ke konten utama

Guru Aini; Guru , Pahlawan yang Betul-Betul Tanpa Tanda Jasa

 Oleh: Narsiti, S.Pd.


Judul Buku                  : Guru Aini

Pengarang                   : Andrea Hirata

Tebal Buku                 : 306 halaman

Penerbit                       : PT Bentang Pustaka

Tahun Terbit               : 2020

 Sumber Gambar: https://mojokstore.com/wp-content/uploads/2020/01/Guru-Aini.png


Apabila dalam puisi Balada Sang Guru karya Kadang Dwija disebutkan guru adalah ia yang terus melaju, ia yang tanpa kelu membangun pondasi…ia yang tanpa lelah merejam kebodohan, betul adanya.

Dalam sebuah buku berjudul Guru Aini karya Andera Herata, menceritakan kisah seorang bu guru Desi tokoh guru yang tanpa kenal lelah berbagi ilmu Matematika di wilayah terpencil Sumatra. Bertemu dengan seorang anak bernama Aini yang memiliki kekurangan dalam menagkap mata pelajaran Matematika.

Meskipun segala aral melintang ia hadapai, tidak membuatnya gentar untuk menjadi seorang guru sejati yang mampu mewujudkan mimpi Aini.

Seorang anak dari wilayah terpencil Sumatra mampu memecahkan mitos “Matematika” sebagai mata pelajaran yang sulit. Dengan kegigihanya yang luar biasa, ia mampu mendobrak nilai matematika menjadi 10 setelah sekian lama belajar selalu mendapat nilai merah. Sampai akhirnya ia mampu menggapai cita-citanya mendaftar sekolah di kedokteran.

Buku ini sangat bagus dibaca. Alur ceritanya runtut, bahasa yang digunakan ringan dan mudah dimenegrti. Isi cerita mampu memberikan motivasi bagi pembaca terutama para pejuang pendidikan yang mungkin secara finansial dan secara tempat masih belum membawa pada kebahagiaan duniawi.  

Sayangnya, diakhir cerita Aini tidak mujur, ia harus rela melepas cita-citanya kuliah di fakultas kedokteran karena terhambat biaya. Selamat menunggu 2 novel lanjutanya mudah-mudahan guru Aini bernasib mujur.

Penulis cerita kadang-kadang memunculkan kalimat-kalimat yang berlebihan atau lebay, sehingga terbaca seperti cerita khayalan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layung

sumber gambar: SW Puspakurnai Pentigraf: Rosyidah Purwo Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya. Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.  Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahn

Ngising

Cerpen: Rosyidah Purwo*)   Pagi hari, udara masih terasa dingin. Suara gemericik air selokan terdengar indah. Airnya yang jernih menambah indahnya suasana pagi itu.  Semburat mentari mulai terlihat di ufuk timur. Suara kicau burung dan sesekali katak bersahutan. Petani padi terlihat beberapa sedang mengaliri air.  Hijaunya persawahan membentang sepanjang mata memandang. Benar-benar pagi hari yang sempurna. “Ibu, aku ngising ” suara si Sungsu membuyarkan lamunan seorang ibu muda yang tengah asyik bercengkerama dengan kegiatan di dapur pagi itu.  Cekrek cekrek cekrek, terdengar suara seperti kamera beroperasi.  “Mas, kamu sedang apa?!” tanya ibu muda dari dapur dengan setengah berteriak. “Sedang membuat karya, Bu!” sahut si Sulung. Ia  masuk ke dalam rumah selepas menunaikan hajat alamnya pagi itu.  Entah mengapa, ia sangat suka melakukan rutinitas yang satu itu di selokan belakang rumah. Padahal closet di rumah ada.  “Mas,” sapa ibu muda itu, “mengapa kamu suka sekali buang hajat di sel

PUJI-PUJIAN; BUKAN TENTANG BAIK ATAU TIDAK, TAPI TENTANG KEBUTUHAN

  https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/19/membawa-hp-saat-salat-berjamaah Banyak kisah di dalam masyarakat tentang seputar -jeda waktu menunggu imam datang- saat sholat jamaah di dalam masjid. Ada yang menggunakannya untuk melantunkan puji-pujian, ada yang menggunakanya untuk ngobrol asyik, ada yang menggunakannya untuk merenungi keagungan Allah SWT, ada yang menggunakanya untuk berselancar dengan dunia maya (meski tidak mayoritas, tapi hampir banyak yang melakukanya). Ada yang menggunaknya untuk nge- game  (meski tidak banyak). Ada pula sebuah kisah tentang orang yang dikafirkan oleh temannya sendiri karena melantunkan puji-pujian di dalam masjid saat menunggu imam datang untuk jamaah shalat. Ada pula kisah tentang seorang jamaah dengan enggan memagang mushaf sambil menunggu sholat jamaah didirikan walau tidak dibaca. Banyak pula kisah tentang mereka yang mampu menyelesaikan membaca quran sampai beberapa halaman. Apapun kisah yang muncul di tengah masyarakat, semua ini nyata dan