Langsung ke konten utama

Putri Senja dan Sabun Mandi

https://www.istockphoto.com/id/foto/gelembung-sabun-mengkilap-yang-indah-terbang-di-atas-langit-cerah-ungu-matahari-gm1171688868-324701969


Oleh: Rosyidah Purwo*)

Gadis berkulit legam itu duduk di pinggiran sungai dengan kaki telanjangnya. Kakinya Ia ayun-ayunkan hingga menyetuh airnya. Sehingga menciptakan kecipak air yang meloncat-loncat tak beraturan.

Sesekali ia menangkiskan tanganya untuk menahan cipratan air yang ia ciptakan dari gerakan-gerakan kaki mungilnya yang ia hentak-hentakan lembut ke dalam sungai.

Matanya yang tajam memandang lekat pada sebuah benda oval berwarna putih di atas batu sungai yang cukup besar.

Iapun turun dari bibir sungai untuk kemudian beranjak naik ke atas batu sungai yang berdiri kokoh di depanya. Benda apakah ini?

Ia memberanikan diri untuk memegangnya. Tidak butuh waktu lama untuk bercengkerama. Seperti ia bermain atheng, ia lempar tangkap benda itu ke atas ke bawah. Sesekali diciumnya dengan seksama. Ia menikmati sekali aroma yang dimunculkan dari benda itu.

Sesekali ia tersenyum simpul selesai ia menikmati aroma yang dimunculkan dari benda tersebut.

“Jangan sentuh aku!”

Gadis itu terkejut mendengar suara yang tidak tahu dari mana arah datangnya. Ia celingukan melihat ke sana-kemari, memastikan ada orang yang berbicara kepada dirinya.

“Siapa yang berbicara denganku?” katanya.

Benda yang dianggapnya benda mati tiba-tiba bisa meloncat-loncat seperti udang yang kepanasan

“Aku adalah Sabun Mandi!” katanya geram.

“Apa yang membuatmu marah padaku?! Apa salahku?!” kata si gadis.

“Aku tidak suka dengan bau tubuhmu. Kamu bau matahari!”

Gadis itu kaget bukan kepalang Selama ini ia merasa baik-baik saja dengan penampilan dirinya.

“Apa salahku?! Sehingga kamu berbicara seperti marah-marah kepadaku!” kata gadis itu sewot dan sedikit emosi.

“Kamu dari tadi sangat menikmati aromaku, bukan?” kata Sabun Mandi mengejek.

“Lalu apa salahku?!” kata gadis itu masih sewot dan sedikit marah.

“Karena kamu menyukai bau wangi akan tetapi kamu sendiri tidak mau membersihkan badanmu sendiri!”

Gadis itu terdiam. Hatinya terluka. Ia mengakui kalau dirinya menyukai aroma wangi yang muncul dari Putri Sabun Mandi. Tapi ia bukan gadis seperti yang dituduhkan.

“Aku Sabun Mandi, aku diciptakan untuk menemani gadis yang selalu menjaga kebersihan diri sendiri. Kalau kamu mau berteman denganku, jaga kebersihan tubuh kamu!”

Sabun Mandi meloncat menjauhi gadis berkulit legam berbau matahari itu.

“Hei tunggu,” kata gadis itu, “namaku Senja,” ia terdiam sejenak, “orang-orang di sini biasanya memanggilku Putri Senja” katanya.

Sabun Mandi tertawa terbahak. Ia berpikir mana ada putri berbadan bau dan penuh daki.

“Jangan berbohong!”

“Aku tidak berbohong” jawab Putri Senja dengan raut wajah memerah karena malu dan marah dianggap sebagai pembohong.

“Orang-orang di sini bukanya tidak menyukai bebersih diri, akan tetapi mereka tidak menggunakan sabun ketika mandi” katanya malu.

Putri Senja menunjukan sepucuk daun semak belukar yang tumbuh di sepanjang pinggiran sungai.

“Ini, kami bebersih menggunakan daun ini” katanya antusias.

Sabun Mandi buru-buru mengambil daun yang disodorkan Putri Senja dan buru-buru ia mencium aroma daun tersebut.

“Ini namanya godong Dilem” kata Putri Senja menyodorkan sepucuk daun berbau harum.

“Godong ini harum…” kata Sabun Mandi, “mengapa kamu bau Matahari dan penuh daki?” tanya Sabun Mandi penasaran.

“Aku Putri Senja. Orang-orang memanggilku seperti itu karena setiap senja hari dalam satu pekan sekali saya selalu mencari daun Nilam di sepanjang tepian sungai ini.

Setelah terkumpul banyak, daun-daun saya berikan kepada kerabat dan tetangga untuk digunakan bebersih badan, rambut, dan pakaian mereka” Putri Senja terdiam sesaat, “kadang-kadang saya tidak kebagian, karena orang-orang di sini ada yang lebih kotor dariku, jadi saya berikan daun Nilam itu pada mereka” Ia terlihat sedih.

“Aku bukan putri yang jorok seperti yang kamu tuduhkan. Kami selalu menjaga kebersihan badan, akan tetapi bukan menggunakan sabun.”

Sabun Mandi merasa bersalah sudah menuduh Putri Senja.

“Maafkan aku, aku yang tidak tahu apa-apa sudah menuduh kamu. Sebagai penebus kesalahanku, sekarang masukanlah aku ke dalam air…balurilah dirimu dengan busa-busaku, kamu akan bersih dan harum sepertiku” kata Sabun Mandi.

“Daun Nilam sepertinya bagus juga untuk menambah aroma wangi tubuhmu. Ambilah tiap hari Jumat pada senja hari di sini” kata Putri Senja tersenyum bahagia.

Sejak saat itu Putri Senja dan Sabun Mandi menjadi teman karib. Mereka selalu  bertemu di tepian sungai itu satu pekan sekali untuk saling bertukar aroma wangi sabun mandi dengan daun Nilam.


Tamat 

Purwokerto, 7 Juli 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layung

sumber gambar: SW Puspakurnai Pentigraf: Rosyidah Purwo Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya. Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.  Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahn

Ngising

Cerpen: Rosyidah Purwo*)   Pagi hari, udara masih terasa dingin. Suara gemericik air selokan terdengar indah. Airnya yang jernih menambah indahnya suasana pagi itu.  Semburat mentari mulai terlihat di ufuk timur. Suara kicau burung dan sesekali katak bersahutan. Petani padi terlihat beberapa sedang mengaliri air.  Hijaunya persawahan membentang sepanjang mata memandang. Benar-benar pagi hari yang sempurna. “Ibu, aku ngising ” suara si Sungsu membuyarkan lamunan seorang ibu muda yang tengah asyik bercengkerama dengan kegiatan di dapur pagi itu.  Cekrek cekrek cekrek, terdengar suara seperti kamera beroperasi.  “Mas, kamu sedang apa?!” tanya ibu muda dari dapur dengan setengah berteriak. “Sedang membuat karya, Bu!” sahut si Sulung. Ia  masuk ke dalam rumah selepas menunaikan hajat alamnya pagi itu.  Entah mengapa, ia sangat suka melakukan rutinitas yang satu itu di selokan belakang rumah. Padahal closet di rumah ada.  “Mas,” sapa ibu muda itu, “mengapa kamu suka sekali buang hajat di sel

PUJI-PUJIAN; BUKAN TENTANG BAIK ATAU TIDAK, TAPI TENTANG KEBUTUHAN

  https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/19/membawa-hp-saat-salat-berjamaah Banyak kisah di dalam masyarakat tentang seputar -jeda waktu menunggu imam datang- saat sholat jamaah di dalam masjid. Ada yang menggunakannya untuk melantunkan puji-pujian, ada yang menggunakanya untuk ngobrol asyik, ada yang menggunakannya untuk merenungi keagungan Allah SWT, ada yang menggunakanya untuk berselancar dengan dunia maya (meski tidak mayoritas, tapi hampir banyak yang melakukanya). Ada yang menggunaknya untuk nge- game  (meski tidak banyak). Ada pula sebuah kisah tentang orang yang dikafirkan oleh temannya sendiri karena melantunkan puji-pujian di dalam masjid saat menunggu imam datang untuk jamaah shalat. Ada pula kisah tentang seorang jamaah dengan enggan memagang mushaf sambil menunggu sholat jamaah didirikan walau tidak dibaca. Banyak pula kisah tentang mereka yang mampu menyelesaikan membaca quran sampai beberapa halaman. Apapun kisah yang muncul di tengah masyarakat, semua ini nyata dan