Langsung ke konten utama

Big No dan Ilusi Surga Dunia


sumber gambar: https://id.quora.com/

Surga? Aha, kata yang satu ini tentu saja tidak asing di telinga setiap makhluk adam di muka bumi. Sebutan ini sudah dijelaskan pula di dalam Al Quran. Diantaranya adalah quran surat Al Waqiah dan surat Ar Rahman.

Surga adalah salah satu janji Allah SWT yang akan diberikan di hari kemudian bagi mereka yang beriman pada rukun Islam yang lima dan rukun Iman yang enam.


Dalam Surat Ar Rahman dan Al Waqi’ah digambarkan balasan bagi orang beriman adalah surga yang di dalamnya ada bermacam-macam nikmat seperti air minum dari sloki yang selalu mengalir airnya, yang tidak membuat mabuk dan pusing. 


Mereka mendapat buah-buahan apapun yang diinginkan, daging burung apapun yang mereka inginkan, bidadari cantik yang tidak pernah menua dengan mata indah. Kemudian dalam surat Ar Rahman dijelaskan tentang gambaran surga yang maha indah.


Surga yang memiliki aneka buah-buahan dan pohon-pohon. Ada dua mata air yang memancar. Aneka buah-buahan yang berpasang-pasangan dan dapat dipetik dari dekat dan bersandar pada permadani yang terbuat dari sutra tebal.


Di dalam surga ada bidadari yang membatasi pandangan yang tidak pernah disentuh jin ataupun manusia. Bidadari itu bagaikan yaqut dan marjan.


Bagaimana seorang manusia tidak tertarik dengan indahnya surga, padahal baru sedikit Allah SWT gambarkan. Adalah sebuah fenomena unik yang sedang banyak muncul di masa sekarang. Yaitu sebuah ungkapan “Big No”.


Dalam bahasa Indonesai artinya tidak dalam hal yang besar. Kalau saya sendiri mengartikan hal yang serius pakai banget.


Pertama kali saya mengenal kata ini adalah dari sebuah novel genre romance yang saya baca dalam sebuah aplikasi novel yang saya download melalui play store. Setelah sekian banyak episode atau bab yang saya baca, pada episode menjelang akhir, kata ini sering kali muncul.


Betapa tidak masuk sampai ke hati ketika kata ini mulai muncul dalam episode menjelang akhir. Karena pada banyak episode atau bab sebelumnya pembaca sudah dijejali dengan begitu banyak bab yang terlalu sering menceritakan tentang romantisme dua insan manusia dengan segudang kemewahan dan bahagia dunia yang dimiliki.


Bak kisah putri Cinderela, novel ini bercerita tentang kisah dua anak muda yang mencari cinta sejati dengan liku-liku hidupnya. Si laki-laki dari orang berpunya dengan banyak kolega, si perempuan dari keluarga sederhana namun cantik jelita rupawan parasnya dan elok hatinya.


Dipertemukan dalam kejadian-kejadian mengejutkan tak terduga. Setelah melalui lika-liku perjalanan akhirnya mereka dipertemukan dalam kursi pelaminan. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, rupa-rupanya meskipun dalam gelimangan harta dan kasih sayang sang suami, rumah tangga tak lepas dari godaan juga.


Karena kemapanan, keromantisan, kasih sayang, perhatian sang suami kepada istri, ia menjadi rebutan banyak perempuan mata duitan. Namun sang istri yang cantik setia dan cerdas mampu menampik semua musibah rumah tangga yang datang dengan cara halusnya namun jitu efeknya.


Dalam liku perjalanan rumah tangga tokoh dalam novel, benar-benar sempat menyedot perasaan saya. Kata Big No yang sampai akhirnya, saya juga pernah menyukainya, bahkan sempat memakainya untuk percakapan saya kepada suami.


Aduhai sekali fiksi dalam novel ini sempat membuat saya dimabuk kepayang dengan diksi penulis yang luar biasa indah.


Suatu hari dalam sebuah percakapan dalam WA group saya menjadi tertarik untuk mengomentari sebuah kalimat yang dikirim oleh kawan saya yaitu tentang kata “Big No”


Bagi saya kata ini adalah sebuah kalimat sihir yang sekarang cukup banyak menyedot perhatian kalangan muda bahkan ibu-ibu juga tak kalah disasar juga. 


“Big No” menurut kesimpulan sementara yang saya peroleh dari membaca sebuah novel secara utuh dan beberapa novel yang hanya sampai beberapa bab saja, adalah sebuah kalimat pamungkas dari intisari sebuah bacaan yang membawa halusinasi pembaca pada kehidupan surga di dunia.


Cukup berbahaya menurut saya, karena apabila pembaca terus menerus terlarut dalam ilusi ini, akan membawa pada sikap hidup yang tidak bersyukur pada segala hal yang sudah Allah robbul 'izzati berikan.


Bukan maksud melarang siapapun untuk berselancar dalam jagat fiksi genre romance pada aplikasi yang ditawarkan oleh playstore. Jaga hati dan perasaan agar tidak terbawa pada suasana halu.


"Big No" adalah sesuatu yang perlu dikaji lebih dalam karena hari ini kata-kata ini menjadi perhatian yang menarik bagi banyak orang penyuka novel genre romance.


Narsiti

Januari, 250124

15.55 wib


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layung

sumber gambar: SW Puspakurnai Pentigraf: Rosyidah Purwo Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya. Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.  Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahn

Ngising

Cerpen: Rosyidah Purwo*)   Pagi hari, udara masih terasa dingin. Suara gemericik air selokan terdengar indah. Airnya yang jernih menambah indahnya suasana pagi itu.  Semburat mentari mulai terlihat di ufuk timur. Suara kicau burung dan sesekali katak bersahutan. Petani padi terlihat beberapa sedang mengaliri air.  Hijaunya persawahan membentang sepanjang mata memandang. Benar-benar pagi hari yang sempurna. “Ibu, aku ngising ” suara si Sungsu membuyarkan lamunan seorang ibu muda yang tengah asyik bercengkerama dengan kegiatan di dapur pagi itu.  Cekrek cekrek cekrek, terdengar suara seperti kamera beroperasi.  “Mas, kamu sedang apa?!” tanya ibu muda dari dapur dengan setengah berteriak. “Sedang membuat karya, Bu!” sahut si Sulung. Ia  masuk ke dalam rumah selepas menunaikan hajat alamnya pagi itu.  Entah mengapa, ia sangat suka melakukan rutinitas yang satu itu di selokan belakang rumah. Padahal closet di rumah ada.  “Mas,” sapa ibu muda itu, “mengapa kamu suka sekali buang hajat di sel

PUJI-PUJIAN; BUKAN TENTANG BAIK ATAU TIDAK, TAPI TENTANG KEBUTUHAN

  https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/19/membawa-hp-saat-salat-berjamaah Banyak kisah di dalam masyarakat tentang seputar -jeda waktu menunggu imam datang- saat sholat jamaah di dalam masjid. Ada yang menggunakannya untuk melantunkan puji-pujian, ada yang menggunakanya untuk ngobrol asyik, ada yang menggunakannya untuk merenungi keagungan Allah SWT, ada yang menggunakanya untuk berselancar dengan dunia maya (meski tidak mayoritas, tapi hampir banyak yang melakukanya). Ada yang menggunaknya untuk nge- game  (meski tidak banyak). Ada pula sebuah kisah tentang orang yang dikafirkan oleh temannya sendiri karena melantunkan puji-pujian di dalam masjid saat menunggu imam datang untuk jamaah shalat. Ada pula kisah tentang seorang jamaah dengan enggan memagang mushaf sambil menunggu sholat jamaah didirikan walau tidak dibaca. Banyak pula kisah tentang mereka yang mampu menyelesaikan membaca quran sampai beberapa halaman. Apapun kisah yang muncul di tengah masyarakat, semua ini nyata dan