sumber gambar: SW Puspakurnai |
Pentigraf: Rosyidah Purwo
Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya.
Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.
Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahnya fenomena alam ciptaan Allah yang maha sempurna itu. Sambil memuji keagungan Allah, sambil ia menikmati indahnya layung petang hari itu. Dari tempat ia berdiri, Ia melihat Eyang duduk bersila di pojok sebuah makam tua dekat dengan mushola tempat ia mengaji. Mulutnya komat-kamit. Kepulan asap kemenyan gemulai indah tertiup angin senja kala itu. Ia berlari kecil mendekati Eyang. Tanpa disadari, tubunya yang mungil menggigil dan matanya merah. "Sudah dibilang, jangan di luar rumah saat ada layung, masih saja ngeyel" bisik Eyang dengan kasar! Suara adzan maghrib berkumandang. Eyang Wardem menutup telinga rapat-rapat. "Aku benci suara ini!" matanya menatap tajam dan penuh amarah pada toa mushola.
Purwokerto, 190224
11.10 wib
Komentar
Posting Komentar