Langsung ke konten utama

Ibu, HP nya Sedang Dipinjam

Cerpen: Rsoyidah Purwo*) 

Pasca pencurian HP satu-satunya di rumah, anak laki-laki itu seperti ada rasa sedikit trauma. Tiap kali diminta menjaga rumah, semua korden ditutup rapat-rapat, semua pintu dan jendela juga ditutup rapat-rapat. 

Sore hari menjelang Ashar tiba, di ruang tamu dengan badan lemas karena sudah tiga hari demam dan muntah. Sambil tiduran di kursi ruang tamu, anak laki-laki berumur sepuluh tahun itu menenangkan diri. 

Terlihat Perempuan muda duduk di sebelahnya sambil membelai ramput anak laki-laki itu. 

 “Ibu, kalau mencuri itu dapat balasan kan?” 

“Iya, Mas, sekecil apapun perbuatan baik atau buruk kita pasti akan dibalas dengan sebaik-baiknya oleh Allah…” 

“Pencuri HP Bapak dibalas apa tidak?” 

“Kalau HPnya dikembalikan terus dia minta maaf, Allah akan memaafkan, kalau tidak dikembalikan ya besok akan mendapat balasan…” diam sejenak “Ibu, aku punya celengan, minta tolong diambil buat beli coki-coki empat box” kata anak laki-laki itu. 

Perempuan yang dipanggil Ibu mengernyitkan dahi merespon perkataan anak sulungnya. 

“Uang dari mana, Mas?” tanya perempuan itu. 

Merasa tidak pernah memberi uang saku lebih, sehingga merasa heran dengan perkataan anak laki-laki pertamanya. 

“Uang sakuku disisain tiap hari Ibu, mbok ada tontonan kan nanti nggak minta ke Ibu” jawab anak laki-laki itu santai. 

Di tempat tinggal kami, tontonan menjadi pertunjukan tahunan, terutama ketika bulan ‘asyura datang. Kuda Lumping, Wayang, Lengger seperti menjadi menu wajib untuk dipentaskan. Tiap kali ada pentas, pedagang-pedagang kecil akan berdatangan menjajakan aneka macam makanan ringan, minuman dan makanan-makanan lain. 

“Mengapa kamu mau beli coki-coki banyak sekali?” kata perempuan yang dipanggil Ibu, heran. “Mmmmm, Ibu aku mau ngomong tapi jangan marah ya, Bu” katanya lirih. 

“Aku pernah mengambil semua kartu coki-coki di warung tetangga padahal aku belinya hanya satu…” akunya. 

Perempuan muda itu kaget sekaligus bangga dan terharu mendengar pengakuan anak laki-laki pertamanya. 

“Jujur adalah prestasi, Nak” sahut Ibunya. Tok tok tok. Terdengar suara pintu diketuk. 

Si Sulung yang masih tiduran di kursi ruang tamu segera memindah posisi menjadi duduk. 

Seorang Bapak datang membawa paket. Rupa-rupanya ia adalah penjual buah yang semalam mendapat order dari suami. Setelah menyerahkan uang seharga yang tertera dalam chat WA, ia pun pergi.

“Nanti kamu makan buah ini, biar lekas sehat” kata Ibu muda itu. 

Lawan bicara hanya menyahut dengan anggukan kepala ringan. Kemudian ia mengambil posisi baring kembali. 

“Lekas sehat, Nang…” perempuan yang dipanggil Ibu beranjak dari ruang tamu. 
*** 

Tok! Tok! Tok! 
Terdengar pintu diketuk dengan kasar dari luar. Nampak seorang laki-laki setengah baya dengan postur tubuh tinggi, badan cukup kekar, kulit sawo matang dan wajah ada bekas luka di bagian kanan. Pakaian yang dikenakan seperti lusuh dan kotor.

Celana jeans panjnag belel kotor dan ada bekas sobekan di bagian lutut sebelah kanan. Kaos team sepak bola hijau muda berbahan jersey yang sudah pudar warnanya serta topi warna hitam lusuh. 

Tampak kakinya ada bekas sisa-sisa noda semen, kuku-kuku kakinya panjang dan beberapa ada yang hitam. Sandal jepit merek swallow warna hijau ukuran empat puluh yang sudah usang melekat di kedua kakinya. 

“Ibu di mana?!” tanyanya dengan nada setengah mengancam dan mata setengah melotot. 

“Ibu ke pasar,” jawab anak laki-laki berumur sepuluh tahun. 

“Bapak mana?!” tanya laki-laki itu lagi. 

“Bapak di sawah,” jawab anak laki-laki itu polos. 

Terlihat laki-laki setengah baya itu menjulurkan tangan, “pinjam HPnya, Dek, mau buat memotret sawah.” Dengan polos anak laki-laki itu menyerahkan HP begitu saja kepada laki-laki setenagh baya itu.

Lima belas menit setelah laki-laki itu meminta HP, seorang Ibu muda datang dengan motor beat warna hijau.

 “Ibu, HP nya sedang dipinjam sama orang. Mau buat moto sawah!” kata anak laki-laki berumur sepuluh tahun dengan polos dan nada bicara cukup keras. 

Terjadilah percakapan serius antara anak dan Ibu tentang perihal HP yang dipinjam. Anak laki-laki berumur sepuluh tahun itu mengeluarkan suara tangisan yang cukup keras. 

“Ibu jangan marah, aku tidak tahu kalau HPnya diambil. Ibu jangan marah,” pinta anak laki-laki itu mengiba dengan suara bergetar sambil menahan suara tangis. Ibu muda dan anak laki-laki masuk ke dalam rumah. 

                                                                            Purwokerto, 28 Februari 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layung

sumber gambar: SW Puspakurnai Pentigraf: Rosyidah Purwo Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya. Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.  Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahn

Ngising

Cerpen: Rosyidah Purwo*)   Pagi hari, udara masih terasa dingin. Suara gemericik air selokan terdengar indah. Airnya yang jernih menambah indahnya suasana pagi itu.  Semburat mentari mulai terlihat di ufuk timur. Suara kicau burung dan sesekali katak bersahutan. Petani padi terlihat beberapa sedang mengaliri air.  Hijaunya persawahan membentang sepanjang mata memandang. Benar-benar pagi hari yang sempurna. “Ibu, aku ngising ” suara si Sungsu membuyarkan lamunan seorang ibu muda yang tengah asyik bercengkerama dengan kegiatan di dapur pagi itu.  Cekrek cekrek cekrek, terdengar suara seperti kamera beroperasi.  “Mas, kamu sedang apa?!” tanya ibu muda dari dapur dengan setengah berteriak. “Sedang membuat karya, Bu!” sahut si Sulung. Ia  masuk ke dalam rumah selepas menunaikan hajat alamnya pagi itu.  Entah mengapa, ia sangat suka melakukan rutinitas yang satu itu di selokan belakang rumah. Padahal closet di rumah ada.  “Mas,” sapa ibu muda itu, “mengapa kamu suka sekali buang hajat di sel

PUJI-PUJIAN; BUKAN TENTANG BAIK ATAU TIDAK, TAPI TENTANG KEBUTUHAN

  https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/19/membawa-hp-saat-salat-berjamaah Banyak kisah di dalam masyarakat tentang seputar -jeda waktu menunggu imam datang- saat sholat jamaah di dalam masjid. Ada yang menggunakannya untuk melantunkan puji-pujian, ada yang menggunakanya untuk ngobrol asyik, ada yang menggunakannya untuk merenungi keagungan Allah SWT, ada yang menggunakanya untuk berselancar dengan dunia maya (meski tidak mayoritas, tapi hampir banyak yang melakukanya). Ada yang menggunaknya untuk nge- game  (meski tidak banyak). Ada pula sebuah kisah tentang orang yang dikafirkan oleh temannya sendiri karena melantunkan puji-pujian di dalam masjid saat menunggu imam datang untuk jamaah shalat. Ada pula kisah tentang seorang jamaah dengan enggan memagang mushaf sambil menunggu sholat jamaah didirikan walau tidak dibaca. Banyak pula kisah tentang mereka yang mampu menyelesaikan membaca quran sampai beberapa halaman. Apapun kisah yang muncul di tengah masyarakat, semua ini nyata dan