Langsung ke konten utama

TIDAK MUBADZIR = TEMANYA ALLOH

 

sumber gambar: https://whileinsydney.wordpress.com/2019/06/23/jangan-mubazir/

Sabtu malam, tepatnya 13 Mei 2023. Seperti biasa saya sedang melakukan aktifitas rutin pekanan, menyetrika baju orang serumah. Si Bungsu masih memiliki kebiasaan tidur hingga larut. Seperti kakak-kakanya, menginjak usia dua sampai empat tahun memiliki kebiasaan tidur hingga larut.

Pun dengan si Bungsu, sampai saya posting tulisan ini, masih asyik bermain lego sambil menemani saya menyempatkan ngetik naskah ini, di sela-sela setrikaan yang menggunung dan belum sempat saya selesaikan.

"Ibu, saya lapar" katanya. Padahal ia sudah makan banyak, perut sudah penuh. Itu adalah senjata pamungkasnya untuk menghindari tidur lebih awal. 

"Ibu sudah tidak punya apa-apa, mau makan nasi saja?" kata saya bercanda.

"Lah, makan nasi putih tok?" katanya menegaskan.

"Ada ayam goreng si..."

"Lah, kata Ibu tidak apa-apa, kok ada ayam goreng" katanya sewot. Saya tertawa dalah hati. Ya Allah ini anak pandai sekali berbicaranya. Kata saya dalam hati sambil menahan tawa. Maklum usianya baru empat tahun jalan dua bulan.

"Asyiik makan ayam" katanya sambil jingkrak-jingkrak setelah saya ambilkan ayam goreng.

"Nasinya, Dek?"

"Nggak jadi, Bu, aku mau jambal saja"

"Lah, katanya mau makan, kok jambal ayam tok?" tanya saya pura-pura tidak tahu.

"Aku sudah tidak lapar, Bu" katanya dengan cadelnya menggemaskan.

"Bu, aku kan sudah sembuh dari sakit, kata Ibu aku boleh minum sirup"

Karena sudah larut, saya berpikir mencari ide bagaimana supaya si Bungsu tidak minum sirup. 

"Apa sirupnya masih, Dek?"

"Lah, kan masih ada di kardus, Bu"

Ya Allah, ini anak masih ingat saja kata-kata yang pernah saya sampaikan dua pekan lalu saat ia sedang sakit munthaber.

"Oooo, iya, Ibu lupa" jawab saya pura-pura.

Lalu saya ambil sirup dan menungkan ke dalam gelas kaca kecil. Lalu mencampurnya dengan air tawar secukupnya.

"Mariyam, diuduk di kursi, makan ayamnya sama sirupnya diminum. Ibu menyelesaikan setrikaan" kata saya padanya.

"Iya, Ibu..." jawabnya lembut dan bahagia karena keinginannya terpenuhi saat ini.

"Ibu, ini sirupnya aku habisiin dulu biar tidak mubadzir" katanya lancarrr sekali mengucapkanya.

"Tidak mubadzir? Itu apa, Dek?" tanya saya heran karena ia sudah paham dengan istilah tersebut.

"Mubadzir itu ya tidak temenya Allah, Bu" jawabnya polossssss

"Ibuu Ibuu masa Ibu tidak tahu. Ha ha ha" masih polossssss

Alamak ini anak belajar dari mana? Lalu lanjut saya bertanya padanya.

"Alloh itu siapa, Dek?"

Si Bungsu terlihat berpkir sambil mata cerdasanya bergerak-gerak lincah.

"Allah itu yang bisa buatin malam terus kita tidur sama pagi jadi kita bangun"

Ala mak, ini anak jago banget menjawabnya...saya benar-benar tertegun dengan jawaban cerdasnya.

"Mariyam tahu dari mana kalau Allah yang bikin malam terus kita tidur sama bikin pagi terus kita bangun?

"Ya aku tahu sendiri, Ibu. Pas di atas motor mau jemput mamas, Bapak yang bilangin" jawabnya. 

Tidak runtut kalau dibuat bahasa tulis tapi cukup memberi pemahaman kalau didengarkan


Waallohu muwaffiq

Sudut rumah cinta

Sumbang, 130523

23.08 wib


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layung

sumber gambar: SW Puspakurnai Pentigraf: Rosyidah Purwo Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya. Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.  Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahn

Ngising

Cerpen: Rosyidah Purwo*)   Pagi hari, udara masih terasa dingin. Suara gemericik air selokan terdengar indah. Airnya yang jernih menambah indahnya suasana pagi itu.  Semburat mentari mulai terlihat di ufuk timur. Suara kicau burung dan sesekali katak bersahutan. Petani padi terlihat beberapa sedang mengaliri air.  Hijaunya persawahan membentang sepanjang mata memandang. Benar-benar pagi hari yang sempurna. “Ibu, aku ngising ” suara si Sungsu membuyarkan lamunan seorang ibu muda yang tengah asyik bercengkerama dengan kegiatan di dapur pagi itu.  Cekrek cekrek cekrek, terdengar suara seperti kamera beroperasi.  “Mas, kamu sedang apa?!” tanya ibu muda dari dapur dengan setengah berteriak. “Sedang membuat karya, Bu!” sahut si Sulung. Ia  masuk ke dalam rumah selepas menunaikan hajat alamnya pagi itu.  Entah mengapa, ia sangat suka melakukan rutinitas yang satu itu di selokan belakang rumah. Padahal closet di rumah ada.  “Mas,” sapa ibu muda itu, “mengapa kamu suka sekali buang hajat di sel

PUJI-PUJIAN; BUKAN TENTANG BAIK ATAU TIDAK, TAPI TENTANG KEBUTUHAN

  https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/19/membawa-hp-saat-salat-berjamaah Banyak kisah di dalam masyarakat tentang seputar -jeda waktu menunggu imam datang- saat sholat jamaah di dalam masjid. Ada yang menggunakannya untuk melantunkan puji-pujian, ada yang menggunakanya untuk ngobrol asyik, ada yang menggunakannya untuk merenungi keagungan Allah SWT, ada yang menggunakanya untuk berselancar dengan dunia maya (meski tidak mayoritas, tapi hampir banyak yang melakukanya). Ada yang menggunaknya untuk nge- game  (meski tidak banyak). Ada pula sebuah kisah tentang orang yang dikafirkan oleh temannya sendiri karena melantunkan puji-pujian di dalam masjid saat menunggu imam datang untuk jamaah shalat. Ada pula kisah tentang seorang jamaah dengan enggan memagang mushaf sambil menunggu sholat jamaah didirikan walau tidak dibaca. Banyak pula kisah tentang mereka yang mampu menyelesaikan membaca quran sampai beberapa halaman. Apapun kisah yang muncul di tengah masyarakat, semua ini nyata dan