Langsung ke konten utama

Akhlak Dulu Baru Ilmu (Belajar Ilmu Padi Pada Kang Ghofur dan Kang Aan)

 

sumber gambar: www.nipic.com

Oleh: Narsiti

Ungkapan seperti pada judul tentunya sudah sangat familier di telinga. Akhlak karimah yang akan membawa kita pada perilaku terpuji. Dengan perilaku terpuji ini akan membuahkan keridloan. Orang tua, guru, dan yang paling utama dalah Allah SWT.

Ramadhan tahun ini boleh dikatakan sebagai Ramadhan paling indah dan berkesan bagi warga masyarakat di kampung tempat saya tinggal. Kedatangan santri dari Lirboyo Jawa Timur yang mengemban tugas untuk menunaikan tugas sebagai peserta Safari Ramadhan, telah memberikan pengalaman ruhani bagi warga sekitar khususnya jamaah yang menunaikan sholat di masjid.

Kegiatan yang sangat padat di Ramadhan kali ini, tidak membuat jamaah dan warga sekitar merasa jenuh atau lelah, akan tetapi justru menjadikan sebuah pengalaman yang indah dan penuh makna. Ada pula beberapa yang tidak ingin kegiatan ini berakhir.

Bagaimana tidak, hadirnya kang Ghofur dan kang Aan (begitu kami menyapa) di tengah-tengah kami, telah memberikan euforia bahagia bagi kami. Sosoknya yang santun dan berilmu membuat kami kaum hawa khususnya jatuh hati pada profil mereka.

Walau mereka adalah santri dengan segudang ilmu, namun tingkah laku mereka sangat santun di mata kami. Kami para kaum hawa banyak yang belum tahu ilmu tentang thoharoh, fiqih sholat, dan membaca Quran. Di tengah kebingungan dan kebodohan ini, mereka hadir dengan membawa lentera yang terang benderang. Kami yang masih gelap gulita, merasa mendapat pencerahan dengan “lenteranya”

Setiap bakda Subuh, masjid selalu hangat dengan kegiatan kuliah Subuh dengan sumber utama pemateri adalah mereka berdua. Jamaah yang biasanya sepi, pada Ramadhan kali ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Dengan tekun dan semangat, mereka mendengarkan materi kuliah subuh yang disampaikan.

Walau ilmu yang disampaikan adalah ilmu fiqih yang masih sangat dasar, akan tetapi ini adalah ilmu yang baru menurut kami. Saya sendiri, meskipun sudah pernah menimba ilmu serupa di pesantren, merasa tercerahkan kembali. Bahkan ada sesuatu yang baru yang dulu tidak saya dapat, pada ngaji bakda Subuh ini, saya mendapat ilmu baru.

Selain kegiatan pengajian bakda Subuh, ada kegiatan ngaji Al Quran pada pukul 10.00 wib samai dengan 11.00 wib atau bahkan lebih dari yang sudah ditentukan. Peserta pengajian ini adalah para kaum hawa yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Banyak cerita yang didapat dari mereka. Banyak yang merasa bahagia  bisa menututut ilmu Al Quran bersama kang Ghofur dan kang Aan. Rasa bahagia ini muncul karena perlakuan kang Ghofur dan kang Aan kepada ibu-ibu peserta ngaji Al quran yang ngemong.

Dengan sabar, tlaten, dan perhatian yang penuh, mereka barbagi ilmu kepada kaum hawa yang betul-betul masih awam dalam memahami bacaan Al Quran sesuai kaidah tajwid yang baik dan benar.

Tangis pecah pada beberapa ibu-ibu yang merasa kehilangan saat kegiatan safari Ramadhan berakhir. Kata mereka “aduh, siapa yang akan mengggantikan mereka setelah pergi dari sini” sambil berkaca-kaca.

Rupa-rupanya ibu-ibu ini sudah nyaman dengan kehadiran kang Ghofur dan kang Aan sebagai guru ngaji dadakan. Terbukti mereka merasa kehilangan saat mereka berpamitan.

Akhlak karimah yang sudah melekat pada pribadi kang Ghofur dan kang Aan ini rupa-rupanya yang menjadikan ibu-ibu khususnya ‘mengidola” pada mereka. Walaupun ilmu yang mereka miliki sudah setinggi langit, akan tetapi ketundukan mereka pada dzat yang memiliki ilmu tetap nomor satu. Bak ilmu padi, semakin menunduk semakin berisi.

 Purwokerto, 23 April 2024

Pojok Kelas 7A   

10.56 wib

 


Komentar

  1. Terbayang keharuan ibu-ibu yang telah mendapatkan banyak ilmu. Semoga terus merawat semangat mengajinya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layung

sumber gambar: SW Puspakurnai Pentigraf: Rosyidah Purwo Eyang Wardem berpesan kepada cucu tercintanya. Bunyi pesan itu adalah jangan keluar rumah saat layung jembrang atau layung sembrana sedang keluar. Kalau orang masa kini menyebutnya dengan istilah lembayung senja. Alasnnya sungguh aneh, adalah agar tidak terkena penyakit belek. Sebagai cucu yang baik, ia mengikuti saja kemauan Eyang tercintanya. Ia mengetahui tentang penyakit belek ini ketika duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Pak guru menyampaikan bahwa penyakit belek penyebabnya ada beberapa macam. Salah satunya adalah karena virus dan bakteri. Beberapa penyebab lain tidak ada kaitanya sama sekali dengan fenomena alam yang maha indah itu. Jadi penyakit belek yang pernah ia derita saat masih kecil dulu, tidak ada kaitannya dengan Layung.  Karena saking indahnya lembayung senja petang hari itu, si cucu lupa dengan nasehat Eyang. Di halaman mushola tempat ia ngaji Iqro dan suratan pendek, ia berdiri terpukau melihat indahn

Ngising

Cerpen: Rosyidah Purwo*)   Pagi hari, udara masih terasa dingin. Suara gemericik air selokan terdengar indah. Airnya yang jernih menambah indahnya suasana pagi itu.  Semburat mentari mulai terlihat di ufuk timur. Suara kicau burung dan sesekali katak bersahutan. Petani padi terlihat beberapa sedang mengaliri air.  Hijaunya persawahan membentang sepanjang mata memandang. Benar-benar pagi hari yang sempurna. “Ibu, aku ngising ” suara si Sungsu membuyarkan lamunan seorang ibu muda yang tengah asyik bercengkerama dengan kegiatan di dapur pagi itu.  Cekrek cekrek cekrek, terdengar suara seperti kamera beroperasi.  “Mas, kamu sedang apa?!” tanya ibu muda dari dapur dengan setengah berteriak. “Sedang membuat karya, Bu!” sahut si Sulung. Ia  masuk ke dalam rumah selepas menunaikan hajat alamnya pagi itu.  Entah mengapa, ia sangat suka melakukan rutinitas yang satu itu di selokan belakang rumah. Padahal closet di rumah ada.  “Mas,” sapa ibu muda itu, “mengapa kamu suka sekali buang hajat di sel

PUJI-PUJIAN; BUKAN TENTANG BAIK ATAU TIDAK, TAPI TENTANG KEBUTUHAN

  https://indonesiainside.id/risalah/2019/12/19/membawa-hp-saat-salat-berjamaah Banyak kisah di dalam masyarakat tentang seputar -jeda waktu menunggu imam datang- saat sholat jamaah di dalam masjid. Ada yang menggunakannya untuk melantunkan puji-pujian, ada yang menggunakanya untuk ngobrol asyik, ada yang menggunakannya untuk merenungi keagungan Allah SWT, ada yang menggunakanya untuk berselancar dengan dunia maya (meski tidak mayoritas, tapi hampir banyak yang melakukanya). Ada yang menggunaknya untuk nge- game  (meski tidak banyak). Ada pula sebuah kisah tentang orang yang dikafirkan oleh temannya sendiri karena melantunkan puji-pujian di dalam masjid saat menunggu imam datang untuk jamaah shalat. Ada pula kisah tentang seorang jamaah dengan enggan memagang mushaf sambil menunggu sholat jamaah didirikan walau tidak dibaca. Banyak pula kisah tentang mereka yang mampu menyelesaikan membaca quran sampai beberapa halaman. Apapun kisah yang muncul di tengah masyarakat, semua ini nyata dan